Bila kau tak tahan lelahnya belajar, maka kau harus tahan menanggung perihnya kebodohan (Imam Syafi'i)

Senin, 19 Agustus 2024

Koneksi Antar Materi Modul 1.4


 Assalamualaikum...

Mewujudkan budaya positif di sekolah merupakan proses dengan berbagai tahapan pembiasaan-pembiasaan disiplin positif dari warga sekolah. Disiplin positif dibentuk dengan membentuk keyakinan kelas yang merupakan hasil curah pendapat antara guru dan peserta didik. Keberadaan keyakinan kelas menggesar peraturan kelas yang terasa mengekang peserta didik dengan konsekuensi yang diberikan yaitu hukuman atau penghargaan. Apresiasi terhadap perilaku peserta didik bukan hanya sekedar hukuman atau penghargaan akan tetapi resistusi yang dapat mewujudkan motivasi intrinsik peserta didik dalam melaksanakan disiplin positif.

Seorang guru penggerak yang memiliki visi mencetak generasi dengan budaya positif dapat mengawali langkah perubahannya dengan membuat pernyataan prakarsa perubahan dan mewujudkannya dengan menggunakan manajemen perubahan Inkuiri Apresiatif melalu tahapan B-A-G-J-A (Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Atur eksekusi). Perencanaan dan pelaksanaan akan membuahkan hasil yang memuaskan jika dilaksanakan oleh guru yang memiliki nilai dan peran yang sesuai. Nilai yang dimiliki guru penggerak adalah berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, inovatif dan reflektif sedangkan peran yang dapat dilakukan seorang guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran, coach bagi guru lain, Semua yang dilakukan oleh guru adalah untuk menuntun peserta didik sesuai kodratnya. Budaya positif diwujudkan dengan mengedepankan pembelajaran berpusat pada murid sehingga mereka akan menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur secara alamiah.

1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar diri. 

Kata disiplin memiliki makna lebih dari sekedar mematuhi aturan yang cenderung memberikan ketidaknyamanan dengan konsekuensi yang diperoleh jika melanggar yaitu hukuman. 

Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa untuk mewujudkan murid yang merdeka, murid harus memiliki disiplin yang kuat dari dalam dirinya atau berasal dari luar. Disiplin itu bersifat self disiplin yang harus diusahakan sekeras-kerasnya, tetapi jika tidak mampu maka dibutuhkan penguasa untuk mendisiplinkan dengan peraturan yang berada dalam suasana yang merdeka.

Menurut Dianne Gossen dalam bukunya, Restructuring School Discipline, 2001 bahwa disiplin berkonotasi dengan disiplin diri murid yang dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Seseorang yang memiliki disiplin merupakan seseorang yang bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada kebajikan universal.

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan disiplin positif membutuhkan motivasi internal yang tinggi dalam melakukan tindakan yang sesuai dengan nilai kebajikan universal. Guru dapat menjadi pembimbing murid untuk menanamkan disiplin yang berasal dari dalam dirinya. Guru dapat menempatkan dirinya sesuai dengan posisi kontrol yang tepat.

Adapun lima posisi kontrol guru adalah sebagai penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. 

Penanaman disiplin positif dapat diawali dengan membuat keyakinan kelas yang merupakan kesepakatan antara guru dan murid. Keyakinan ini akan menjadi dasar untuk mengubah hukuman menjadi tanggung jawab untuk melakukan nilai-nilai kebajikan yang dilakukan dengan segitiga Restitusi.

Tahapan dari segitiga restitusi adalah menstabilkan identitas, validasi keyakinan yang salah dan menanyakan keyakinan. Tahapan ini akan membimbing murid untuk melakukan disiplin positif dengan motivasi internal karena segala tindakannya akan dihubungkan dengan 5 kebutuhan dasar manusia yaitu penguasaan, kesenangan, cinta dan kasih sayang, kebebasan dan kemampuan bertahan hidup.

2. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah anda setelah mempelajari modul ini?

Kerja sama dan saling mendukung dari semua warga sekolah merupakan kunci utama dalam mewujudkan budaya positif. Proses yang dilakukan juga membutuhkan waktu karena ada perubahan-perubahan dalam pelaksanaan kedisiplinan. Awalnya yang mematuhi peraturan karena hukuman menjadi melaksanakan keyakinan kelas karena adanya rasa tanggung jawab yang berasal dari dalam diri murid.

3. Pengalaman seperti apakah yang pernah anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah anda?

Posisi kontrol yang biasa saya lakukan adalah sebagai penghukum atau pembuat rasa bersalah karena murid yang melanggar peraturan harus disadarkan yaitu dengan mengingatkan kesalahan mereka dan memberi hukuman yang sesuai tanpa berdiskusi bagaimana cara memperbaiki kesalahan dengan murid karena guru lebih mengerti tentang bagaimana cara memberi hukuman yang tepat. 

Pengalaman yang saya dapat setelah menerapkan konsep inti modul ini adalah murid lebih patuh dan tidak mudah melakukan pelanggaran meskipun tidak ada guru. 

4. Bagaimana perasaan anda ketika mengalami hal tersebut?

Saya merasa lega dan puas karena tidak ada pelanggaran berulang. Murid menjadi lebih terkontrol secara alami tanpa membutuhkan pantauan lebih dari guru. Hal ini tentu saja meringankan tugas guru dan memberikan pengalaman positif bagi murid yang akan dibawanya ke masa depan untuk menjadi generasi berbudi pekerti luhur.

5. Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Hal-hal yang sudah baik adalah kebijakan sekolah yang sudah sesuai dengan nilai kebajikan universal. Peraturan yang sudah ada bisa diubah menjadi keyakinan sekolah sehingga bisa dijadikan dasar penanaman disiplin positif pada murid juga guru.

Hal yang perlu diperbaiki adalah cara dalam menangani kegiatan indispliner dengan hukuman atau pemberian penghargaan pada murid. Posisi kontrol guru sebagai penghukum atau pembuat rasa bersalah harus ditinggalkan dan diganti dengan posisi sebagai manajer.

6. Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya? 

Biasanya saya mengambil posisi kontrol penghukum, pembuat rasa bersalah dan pemantau. Penerapan disiplin yang saya lakukan dengan posisi kontrol tersebut sangat sulit. Murid hanya mematuhi peraturan saat saya berada di sekitar mereka saja. 

Setelah mempelajari modul ini, saya berusaha menjadi manajer meskipun belum sepenuhnya dan melakukan tahapan restitusi semampunya. Perasaan saya lega dalam melakukan hal ini karena murid menjadi terbuka dan mereka menyadari kesalahan dengan memperbaiki perilaku mereka ke depannya. 

7. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkan anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid anda? Jika iya, tahap mana yang anda praktekkan dan bagaimana anda mempraktekkannya?

Saya pernah menerapkan segitiga restitusi hanya pada tahap validasi tindakan yang salah. 

Tanpa ada menstabilkan identitas saya langsung menanyakan kesalahan dari murid dengan tujuan membuat mereka menyadari akan kesalahan yang dilakukan. Pertanyaan yang biasa saya ucapkan adalah 

"Perbuatanmu itu salah apa benar?"

"Menurutmu, apa yang kamu lakukan itu salah atau benar?"

"Kamu berangkat ke sekolah mau melakukan hal yang benar atau salah?"

Untuk konsekuensi yang diberikan pun saya yang menentukan dengan tetap memperhatikan relevansi antara hukuman dengan kesalahan yang diperbuat.

8. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Konsep-konsep yang dipelajari sudah lengkap, runtut dan mudah dipahami. Hal lain yang penting dipelajari adalah pelaksanaan secara kontekstual di lingkungan sekolah juga rumah. Budaya positif harus diterapkan di setiap tempat murid berada. Kolaborasi antara orang tua dan guru dalam menyamakan persepsi disiplin positif dan cara menanamkannya sehingga anak merasa merdeka bukan hanya di sekolah tapi juga di rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman